IdWebHost

Merasa Paling Benar Adalah Awal Kebodohan

TOLIKARA, MENGHILANGKAN WAJAH DENGAN AIR LEMON | Setelah berbusa-busa dengan segala kemungkinan Tolikara, mari sejenak kita renungkan dengan sebuah kisah.  

Pengetahuan

Duapuluh tahun lalu, McArthur Wheeler memutuskan merampok bank. Wheeler, warga Pitshburg US, kala itu umur 44 tahun dengan keyakinan teguh merampok bank berbekal perasan air lemon. Hipotesis Wheeler sederhana, air perasan lemon, bisa digunakan sebagai tinta yang tak terlihat (invisible ink). Jika perasan air lemon dituliskan pada sebuah kertas, maka tulisannya tak terbaca. Tulisan itu baru bisa dibaca kalau didekatkan dengan panas.

Demikianlah, Wheeler melumuri kepalanya dengan perasan air lemon. Dalam benak Wheeler, wajahnya jadi tak terlihat jika dilumuri perasan air lemon. Sebagai percobaan, ia berselfi dengan kamera Polaroid. Entah kameranya sedang rusak, atau sebab lain, tapi hasil foto itu tak bisa menampilkan wajah Wheeler. Wheeler makin yakin, dan percaya absolut dengan resepnya. Walau dia tak paham dengan kimia, dia mantap merampok bank dengan perasan air lemon di wajahnya.
Hari itu, Wheeler akhirnya merampok bank. Tanpa topeng apalagi penutup kepala. Tak hanya merampok satu bank, tapi dua sekalian. Wheeler membawa banyak uang. Sekaligus terkenal. Sebab, kamera pengintai bank bisa merekam wajahnya.

Selang beberapa jam usai beraksi, wajahnya sudah nongol di layar televisi, dengan jelas. Alhasil, wajah itu mudah dikenali sebagai McArthur Wheeler. Di hari yang sama, polisi bisa menangkap Wheeler dengan mudah.
Kebodohan Wheeler ini menarik dua peneliti psikologi sosial dari Cornell University; David Dunning dan Justin Kruger. Keduanya tertarik, apa yang menyebabkan Wheeler begitu percaya diri merampok bank hanya dengan melumuri wajahnya dengan air lemon.

Hasil penelitian mereka menunjukkan, dalam konteks psikologis, makin minim pengetahuan atau pengalaman seseorang di suatu bidang, justru makin tinggi rasa percaya diri. Bahkan level kepedeannya, melebihi para ahli. Orang-orang berpengetahuan, justru rasa percaya dirinya paling rendah. Terlihat ragu, banyak pertimbangan. Para ahli bahkan justru tak sepede dengan orang-orang minim pengetahuan. Fenomena ini dikenal dengan ‘Dunning-Kruger Effect’.
Mereka yang minim pengetahuan, makin mendapat angin segar dan panggung yang lapang dengan adanya media sosial. Dengan mudah, mereka bisa pungut pendapat ngawur dan hoax yang bertebaran di beranda media sosial. Tanpa pikir panjang lagi tanpa berhitung efeknya. Salah satu contoh misalnya ada yang mengatakan, Yunani bangkrut karena di Athena, satu-satunya ibukota negara di Eropa itu, tak punya masjid. Demikian juga mereka yang kini sedang sibuk kutip sana-sini mengenai tragedi Tolikara dengan isu SARA yang lebih mengedepan.
Penebar opini yang menyesatkan, biasanya memang mereka yang tidak memiliki pengetahuan memadai. Ini selaras dengan perkataan Charles Darwin; Kebodohan lebih banyak melahirkan rasa percaya diri, dibanding dengan pengetahuan.
Merasa paling benar dan paling ngerti, adalah awal kebodohan.
Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

2 Responses to "Merasa Paling Benar Adalah Awal Kebodohan"

  1. benar sekali....
    ceritanyya menarik

    ReplyDelete
  2. terkadang saya juga merasakan hal seperti itu, merasa paling benar diantara teman teman. dan pada saat itu juga rasa sombong pun menghampiri saya.

    ReplyDelete